Tulisan ini awalnya saya beri judul ‘Alhamdulillah, Perusahaan Lama Saya Pernah Memberikan Beasiswa Kuliah Kepada 6 Orang’. Di awal November 2021 saya menghapus beberapa kata, jadilah judul yang hanya menggunakan dua kata saja. URL dari artikel ini tetap pengajar.digital/pernah. Saya melakukan perubahan tulisan di paragraf-paragraf awal untuk menyesuaikan dengan konteks perubahan judul. Apa yang saya tulis sebagai judul lama hanya sebagian kecil dari lika-liku perjalanan hidup saya. Mungkin ada yang menganggapnya sebagai bentuk riya’ dalam arti memamerkan kebaikan. Sejujurnya niat saya menuliskannya itu untuk berbagi kabar baik.
Sejak mengalami kebangkrutan dan keterpurukan saya memiliki kesadaran baru bahwa hal baik yang bisa saya lakukan bukanlah prestasi yang patut saya banggakan tapi anugerah atau nikmat Tuhan yang wajib saya syukuri. Seinget saya ada ayat di kitab suci agama saya yang memerintahkan untuk berbagi kabar baik saat mendapat anugerah atau nikmat dari Tuhan. Istilah agamanya tahaddus binni’mah.
Pada tahun 2004 saya merintis perusahaan bernama ProActive Multimedia, bergerak di bidang produksi dan penerbitan CD/DVD Tutorial merek ProActive. Walaupun bukan pionir, CD Tutorial ProActive mendapat respon yang sangat positif dari pasar. Setelah ProActive Multimedia berjalan kurang lebih 1 tahunan saya mendirikan perusahaan bernama PT. Distromedia Sinergi Utama yang bergerak di bidang distribusi dan penjualan. Selain menjual CD Tutorial ProActive, PT. Distromedia juga menjual produk multimedia dan software komputer yang diproduksi perusahaan lain.
Selain memproduksi dan menerbitkan CD Tutorial karya saya, ProActive Multimedia juga menerbitkan CD Tutorial karya orang lain. Kurang lebih 70 judul CD Tutorial sudah diproduksi dan diterbitkan oleh ProActive Multimedia. Karya saya sendiri totalnya 23 judul CD Tutorial.
Untuk memperluas jaringan distribusi, PT. Distromedia bekerjasama dengan jaringan toko buku Gramedia mengelola konter penjualan mandiri. Kita pernah mengelola 12 konter penjualan di toko buku Gramedia. Selain itu PT. Distromedia juga aktif mengikuti pameran-pameran seperti pameran buku dan pameran komputer (teknologi informasi).
Bisnis ProActive Multimedia dan PT. Distromedia pernah diulas di Majalah Marketing. Arsipnya masih ada di website marekting.co.id. Silahkan baca artikelnya di sini.
Alhamdulillah ProActive Multimedia dan PT. Distromedia pernah berjaya. Hasilnya saya bisa membeli rumah, kendaraan dan membantu sebagian keluarga besar saya dan istri, serta membiayai Ayah saya naik haji. Sebagian keuntungan dari dua perusahaan itu juga saya sisihkan untuk beasiswa kuliah 6 orang hingga mereka lulus. Ada 3 orang yang mendapat beasiswa kuliah Diploma 3 di Akademi Bina Insani yang sekarang sudah jadi Universitas Bina Insani. Dan 3 orang lagi mendapat beasiswa kuliah Diploma di Digital Studio College yang sekarang sudah jadi International Design School.
Saya Hidup Dibantu Banyak Orang
Keputusan saya memberikan beasiswa merupakan bentuk rasa syukur saya kepada Tuhan. Dan juga bentuk terima kasih kepada banyak orang yang pernah membantu hidup saya.
Pada umur 2 tahunan, ibu saya meninggal dunia setelah berjuang melahirkan almarhum adik saya. Setelah itu saya dibesarkan oleh kakek dan nenek saya dari pihak Ayah dengan bantuan saudara Ayah dan Ibu saya. Pada saat SMP saya numpang tinggal di rumah saudara jauh demi bisa melanjutkan sekolah. Alhamdulillah saat kelas 3 saya dapat beasiswa dari negara. Setelah lulus dengan NEM tertinggi di sekolah, sebagian uang beasiswa saya pake buat ongkos ke Surabaya demi bisa melanjutkan pendidikan SMA. Saya angkatan pertama SMA Luqman Al-Hakim Pesantren Hidayatullah Surabaya yang saat itu menggratiskan biaya pendidikannya. Biaya operasional pesantren saat itu sebagian besarnya berasal dari zakat, infak dan sedekah masyarakat.
Bangunan sekolah SMA Luqman Al-Hakim saat angkatan saya hanya berupa bangunan dari kayu dengan atap seng dan lantai plesteran. Saat itu pihak pesantren sedang gencar membangun sarana fisik seperti masjid, perumahaan guru dan gedung permanen untuk kelas. Saya dan teman-teman seangkatan lebih banyak kerja bakti dibandingkan belajar di kelas. Mungkin karena itu banyak teman seangkatan saya yang tidak betah. Dari 45 orang siswa yang diterima bareng saya, hanya 20-an orang yang tersisa saat kelas 3. Itu pun di bagi 2 , kelas IPA dan kelas IPS. Saya sendiri kelas IPA.
Mungkin karena sekolah baru dan jumlah siswa kelas 3 hanya 20-an orang, saya dan teman-teman seangkatan tidak bisa ujian akhir nasional di sekolah sendiri. Saya harus nebeng ujian di SMA Negeri terdekat. Tapi Alhamdulillah hasilnya cukup membuat bangga guru-guru saya. Saya dan satu orang teman mendapat nilai tertinggi se-regional tempat sekolah kami berada. Jadi kami berdua selain mengalahkan siswa SMA-SMA swasta lain, juga siswa SMA Negeri tempat kami nebeng ujian. Walaupun saya akui sekolahnya bukan SMA Negeri favorit dan lokasinya termasuk pinggiran kota Surabaya.
Karena nilai ujian akhir nasional tertinggi seangkatan, saya dan seorang teman dijanjikan beasiswa kuliah oleh pengelola salah satu amal usaha pesantren. Syaratnya harus lulus UMPTN. Alhamdulillah saya lulus UMPTN dan diterima di jurusan Kimia MIPA Universitas Airlangga.
Saat memilih jurusan UMPTN, terus terang saya bingung. Karena ujian akhir SMA nilai tertingginya Kimia, saya pilih jurusan Kimia saja. Ternyata setelah menjalaninya saya merasa sangat tidak cocok dengan jurusan tersebut. Belajar toeri di kelas masih bisa saya nikmati, tapi saya tidak tahan saat menjalani kuliah praktikum di laboratorium. Saya hanya mampu bertahan satu tahun saja, itu pun tidak penuh. Saya coba ikut UMPTN lagi tapi tidak lulus. Akhirnya mencoba ikut ujian masuk D3 ITS dan diterima di jurusan Diploma 3 Komputer Kontrol. Tapi saat OSPEK saya berselisih dengan beberapa senior. Selain itu saya juga mulai merintis bisnis yang dimodali oleh seorang teman. Akhirnya saya kuliah D3 ITS tidak sampai satu semester dan lebih memilih mengurus bisnis yang sedang saya rintis.
Tertarik Dunia Bisnis Sejak SMA
Saat belajar di Pesantren saya tidak pernah dapat kiriman, karena itu saya berpikir bagaimana caranya dapat penghasilan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak disediakan oleh Pesantren. Alhamdulillah pada saat saya kelas dua SMA, ada ustadz yang menawari saya untuk membantunya menjualkan kripik slondok yang diproduksi oleh istrinya. Memanfaatkan waktu istrihat siang, saya keliling menggunakan sepeda ontel menitipkan krupuk slondok ke warung-warung di sekitar Pesantren. Dengan pemilik warung kerjasamanya sistem konsinyasi. Saya dapat komisi dari setiap krupuk yang terjual.
Pada saat kelas tiga SMA, ustadz yang berbisnis krupuk slondok dengan saya ditugaskan merintis cabang pesantren di daerah. Otomatis saya tidak bisa lagi jualan krupuk slondok. Tapi Alhamdulillah ada gantinya. Ada pengurus pesantren yang menyerahkan kulkas bekas untuk saya manfaatkan. Kebetulan ada ustadz yang istrinya bisa membuat adonan es lilin. Saya minta teman-teman saya bantu mengemas adonan es lilin yang sudah dibuat. Saya bertanggungjawab memasarkannya. Es lilin yang dimasukkan ke dalam termos saya titipkan ke warung-warung di sekitar Pesantren, termasuk kantin-kantin sekolah.
Selain praktek bisnis kecil-kecilan, pada saat SMA saya juga sudah tertarik membaca hal-hal yang berbau bisnis. Saya penikmat tulisan Hermawan Kartajaya di kolom bisnis koran Jawa Pos. Kalau tidak salah tulisannya dimuat setiap hari Rabu. Saya biasa membacanya di perpustakaan Pesantren. Kalau ada kesempatan jalan-jalan ke Toko Buku Gramedia, tujuan utama saya adalah konter majalah untuk mencari majalah SWA yang saat itu namanya masih SWASEMBADA. Saat itu saya belum mampu beli, hanya bisa baca di tempat.
Cerita Awal Mula Bisnis Lama Saya
Karena saya tidak melanjutkan kuliah D3 saya di ITS dan bisnis yang saya rintis belum benar-benar menghasilkan, saya dipaksa kakak saya hijrah ke Bekasi. Saya didaftarkan kuliah setingkat D2 di sebuah lembaga profesi di Jakarta Pusat. Karena sudah terlanjur didaftarkan, saya terpaksa menjalaninya. Sambil kuliah saya mengajar komputer dan teknologi infromasi di Yayasan Husnul Khotimah di Jatibening, Bekasi. Yayasan tersebut masih berafiliasi dengan jaringan Pesantren Hidayatullah.
Selain mengajar, saya juga bantu mendampingi perintisan unit usaha di bidang rental komputer, pengetikan dan warnet. Alhamdulillah unit usahanya lumayan menghasilkan dan jadi sumber pemasukan bagi para santri dewasa yang tinggal di Yayasan. Saya sendiri menjalankan bisnis layanan belajar privat komputer. Sebagian besar orang yang saya ajar usianya sudah tua. Mereka cepat mengerti tapi cepat juga lupanya. Buku panduan yang saya buat, nyaris tidak terpakai karena jarang mereka baca. Karena itu saya berinisiatif membuat video berisi materi-materi yang biasa saya ajarkan. Inspirasinya dari produk luar yang berbahasa inggris. Buatan lokal berbahsa Indonesia juga ada tapi saya merasa pelajaran yang disampaikan tidak detail.
Awalnya saya membuat video-video berisi materi tentang penggunaan Microsoft Windows XP dan Microsoft Word 2003. Saya kemas dalam satu CD kemudian saya coba berikan ke orang yang biasa saya ajar, ternyata cocok, bahkan saya jadi tidak perlu mengajarinya lagi. Saya lanjutkan dengan membuat video-video berisi materi tentang penggunaan Microsoft Excel 2003 dan Microsoft PowerPoint 2003. Masing-masing saya kemas ke dalam satu CD. Jadi saya punya 3 CD berisi kumpulan video yang biasa saya ajarkan secara private. Akhirnya saya menyebutnya sebagai CD Tutorial dan itulah yang jadi cikal bakal produk CD Tutorial ProActive dengan ProActive Multimedia sebagai nama bisnisnya.
Karena CD Tutorial yang saya buat mendapat respon yang positif, saya memilih untuk tidak menyelesaikan kuliah D2 yang harusnya dijalani selama 2 tahun. Saya hanya bertahan 1 tahun saja. Saya merasa apa yang diajarkan di kuliah bisa saya pelajari secara otodidak. Saya memilih menikah dan menekuni bisnis CD Tutorial. Alhamdulillah bisnis ProActive Multimedia berjalan dan semakin berkembang dengan berdirinya PT. Distromedia.
Lokasi Calon Kantor Jadi Gedung Yayasan Sosial
Pada saat ProActive Multimedia dan PT. Distromedia sedang jaya-jaya, saya dan tim manajemen menyisihkan keuntungan untuk dibelikan lahan yang nantinya akan kita bangun untuk dijadikan kantor. Setelah dibeli satu bulan, ada alumni Yayasan Husnul Khotimah yang meminta ijin untuk menggunakan lahan tersebut. Katanya akan dipake tempat untuk menjalankan bisnis jualan sembako. Saya mengijinkannya asalkan tidak mendirikan bangunan permanen. Saya pikir sayang juga kalau lahan yang sudah dibeli dibiarkan kosong. Itung-itung bantu teman. Apalagi dana untuk bangun kantor belum terkumpul dalam waktu dekat.
Ternyata setelah beberapa bulan di tempat tersebut sudah ada bangunan semi permanen berupa petak-petak kamar. Ditinggali oleh beberapa anak yang dulunya santri Yayasan Husnul Khotimah. Saat itu tempat yang dijadikan sekretariat dan tempat tinggal santri Yayasan Husnul Khotimah sudah dijual oleh orang yang meminjamkannya. Pengurus Yayasan juga sudah memutuskan pindah ke Tasikmalaya yang kemudian mereka menggunakan nama Rumah Yatim Indonesia.
Santri senior yang meminta ijin menggunakan lahan yang sudah dibeli perusahaan saya memilih untuk tidak ikut ke Tasikmalaya. Dia lebih memilih merintis yayasan baru dan menampung santri yunior yang juga tidak ikut pindah ke Tasikmalaya. Terus terang saat itu saya menyampaikan kekecewaan kepadanya karena tidak ijin dulu kepada saya saat akan mendirikan bangunan semi permanen. Dia meminta maaf tapi sekaligus menawar untuk membeli lahannya sekalian. Setelah beberapa hari saya pertimbangkan, akhirnya saya memutuskan untuk menjualnya saja. Saya tidak tega kalau harus merubuhkan bangunan semi permanen yang sudah berdiri. Apalagi yang menempatinya anak yatim dan dhuafa.
Karena saya tahu yayasannya baru berdiri, donaturnya belum banyak, saya mengiyakan saja saat proses negosiasi ada permintaan untuk pembayarannya dengan cara dicicil hingga satu tahun. Alhamdulillah cicilannya lunas tepat waktu. Walaupun sempat kesal, akhirnya saya lega juga. Karena merupakan aset perusahaan, saya tidak bisa memutuskan sendiri untuk mewakafkan atau mensedekahkan lahan tersebut jadi aset yayasan. Tapi setidaknya saya punya sedikit kontribusi membantu sebuah yayasan sosial memiliki aset yang nantinya mudah-mudahan bisa digunakan untuk kepentingan orang banyak.
Alhmadulillah sekarang di lahan tersebut sudah berdiri bangunan tiga lantai yang lumayan refresentatif. Sebagian dipake untuk kamar-kamar santri yang tinggal. Sebagian lagi dipake ruangan TPA dan PAUD. Jumlah santri yang tinggal sudah lumayan banyak. Terus terang saya sudah lama tidak mengunjunginya. Bagi yang ingin melihat lokasi dan gedungnya silahkan melalui Google Street View denga klik ini.
Silahkan juga googling Yayasan Istiqomah Jatibening. Kalau sudah ketemu kontaknya, langsung saja konfirmasi kebenaran cerita saya ini kepada perintis dan pengelolanya yaitu M. Sholahudin Suprapto. Cerita mengenai perusahaan lama saya yang pernah memberikan beasiswa, juga bisa dikonfirmasi kebenarannya ke beliau. Tiga orang yang dapat beasiswa tersebut merupakan teman beliau saat jadi santri di Yayasan Husnul Khotimah.
Banyak Belajar Dari Keterpurukan
Dulu ada yang mengkait-kaitkan tanggal cantik 12-12-2012 dengan kiamat. Kebetulan tanggal tersebut bertepatan degan hari ulang tahun saya. Di akhir tahun 2012 saya memang merasakan semacam kiamat kecil. Bisnis saya mulai mengalami goncangan. Sampai akhirnya ProActive Multimedia dan PT. Distromedia terpaksa saya tutup pada awal tahun 2014. Setelah itu saya bangkrut dan terpuruk. Satu per satu aset yang pernah saya beli dari hasil dua perusahaan tersebut terpaksa saya jual. Termasuk rumah yang saya tinggali bersama keluarga kecil saya. Kami terpaksa tinggal lagi di rumah kontrakan.
Ada beberapa faktor penyebab bangkrutnya perusahaan lama saya. Salah satunya karena saya terlambat mengantisipasi perubahan teknologi. Koneksi internet cepat yang mulai menjamur membuat CD/DVD tergantikan oleh platform video sharing seperti YouTube dan yang lainnya. Penjualan PC dan Laptop juga mengalami penurunan karena tergantikan oleh smartphone.
Sejujurnya saya mengakui bahwa kebangkrutan dan keterpurukan yang saya alami merupakan teguran dari Tuhan, bahkan mungkin hukuman-Nya atas banyaknya kesalahan saya. Salah satunya kesombongan yang sering tidak terasa di saat saya bisa bantu saudara atau orang lain. Juga kesalahan-kesalahan lain yang tidak bisa saya umbar di sini. Yang pasti saya rela menjalani konsekuensi atas kesalahan-kesalahan yang saya lakukan. Saya bersyukur bisa melewati kondisi-kondisi sulit yang pernah saya alami. Walaupun saya sering tidak tega kepada istri dan dua putri saya yang merasakan dampaknya. Alhamdulillah selama ini mereka jarang protes dan mengeluh.
Bangkrut dan terpuruk bukan kondisi yang enak untuk dijalani. Tapi bagaimanapun juga banyak pelajaran berharga yang saya dapat saat mengalaminya. Saya merasakan sendiri bahwa pertolongan Tuhan selalu hadir di saat-saat kritis. Tentu saja lewat hamba-hamba-Nya yang menurut saya dipilih oleh-Nya untuk memberikan pertolongan kepada saya. Saya meyakini bahwa bagaimanapun sulitnya masalah yang kita hadapi, pasti ada solusinya. Kita harus berikhtiar maksimal, tapi jangan memaksakan solusinya harus seperti yang kita inginkan. Saya sering mendapatkan solusi yang tidak terduga. Istilah agamanya min haitsu lâ yahtasib.
Puasa Dari Miskin
Saat bangkrut dan terpuruk saya tidak lagi tertarik untuk baca buku-buku motivasi yang dulu sering saya baca. Saya juga tidak tertarik baca buku-buku agama yang menurut saya lebih banyak mengajarkan hubungan transaksional dengan Tuhan. Biasanya buku yang membahas tentang rezeki. Saya pernah membaca buku 7 Keajaiban Rezeki karya Ippho Santosa dan buku Kun Fayakuun karya Yusuf Mansur. Sebelum praktek dan membuktikannya, entah kenapa saya merasa tidak cocok dengan banyak hal yang diajarkan di dua buku tersebut. Saya tidak menyalahkannya, hanya merasa tidak cocok saja.
Saat bangkrut dan terpuruk saya justru tertarik untuk membaca buku-buku tasawuf. Diantaranya karya-karya dari Ibnu Atha’illah as-Sakandari yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Juga beberapa buku karya seseorang yang saya menganggap beliau sebagai guru, walaupun belum tentu beliau mengganggap saya sebagai muridnya. Saya hanya beberapa kali datang langsung ke forum pengajian yang beliau hadiri. Saya lebih banyak belajar melalui tulisan dan video beliau yang banyak tersebar di dunia maya. Salah satu buku beliau yang saya baca bolak balik berjudul Tuhan Pun Berpuasa. Berikut ini kutipan di buku tersebut yang akan saya ingat terus.
Pada skala yang lebih luas, engkau berpuasa dari hak untuk punya uang sebanyak-banyaknya, engkau membatasi tingkat pemilihanmu, engkau berikan kepada orang yang kekurangan. Sebaliknya engkau juga melakukan puasa dari kemelaratan sehingga engkau mencari uang sebanyak mungkin, karena kalau kemelaratan berkembang ketingkat kefakiran, akan sangat membahayakan iman, mental, dan kepercayaan dirimu.
Saya merasa sudah cukup banyak mendapat pelajaran dari keterpurukan yang saya alami. Kalau masih terus seperti ini malah akan sangat membahayakan iman, mental dan kepercayaan diri saya. Di momen awal tahun 2021 ini saya bertekad dan berusaha keras untuk benar-benar bangkit dari keterpurukan. Semoga Tuhan meridhoi tekad dan usaha saya. Terima kasih banyak kepada semua pihak yang ikut membantu saya bangkit dari keterpurukan.